Suara Anak di NTB Berharap Sekolah Segera di Buka Kembali
Kabid PHA Dede Suhartini Dinas DP3AP2KB Prov NTB memberikan sambutan pada kegiatan bersama anak.(Bumigoranews.com/ist) |
Bumigoranews.com, (Mataram) - Jelang perayaan Hari Anak Nasional (HAN) di tahun 2020, serangkaian kegiatan dilakukan dalam rangka mengetahui permasalahan yang dihadapi anak-anak di Nusa Tenggara Barat. Salah satunya adalah kegiatan penggalian suara anak terkait aktivitas pendidikan yang dialami anak-anak dimasa Pandemi Covid-19.
Dari kegiatan tersebut, beragam suara dan informasi tergali mulai dari perasaan, pendapat, keluhan dan harapan terkait permasalahan pendidikan yang dialami anak-anak selama kurang lebih empat bulan masa pandemi Covid-19.
Dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 tidak saja dirasakan oleh orang dewasa, anak-anak pun merasakan dampak yang luar biasa, baik psikis maupun sosial.
“Ya, dari hasil penggalian suara anak yang digelar Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) pada beberapa titik di pulau Lombok, menemukan adanya dampak psikis dan sosial yang dirasakan anak-anak akibat pandemi Covid-19” terang Ketua Lakpesdam NU Muhammad Jayadi.
Menurut Ketua Lakpesdam NU, dampak-dampak yang dirasakan anak seperti merasa stres, bosan, takut dan khawatir dengan virus corona. Rasa khawatir tersebut juga dipengaruhi oleh tidak tersedia alat pelindung diri bagi anak-anak.
"Secara sosial anak-anak tidak bisa keluar rumah, bermain bersama, melakukan aktivitas untuk pengembangan hobi dan bakat mereka, serta bersosialisasi dengan teman-teman mereka," kata Jayadi Mantan Aktivis PMII Mataram itu.
Jayadi menjelaskan, bahwa dampak dari pandemi covid-19 bahwa anak-anak dipesantren tidak lagi bisa mengaji, muzakarah, sholawatan dan menghapal Al qur’an dengan teman-teman mereka. Para santri juga mengeluh karena kegiatan belajar mengajar tidak berjalan sesuai dengan yang mereka harapkan, belajar melalui online tidak bisa mereka ikuti karena keterbatasan fasilitas dan jaringan internet.
Salah satunya, Ayudia santri Pondok Pesantren Al Islamiyah Bebidas menuturkan selama masa pandemi covid-19 merasa bosan karena dirumah terus.
“Semenjak corona datang saya tidak lagi bisa bermain, belajar, berkumpul, sholawatan bahkan mengaji bersama. Sehari-hari kegiatan saya sangat membosankan hanya tidur, makan, tidur makan saja”, ungkapnya.
Sementara itu, Gleen siswa SMA 5 Mataram merasa susah untuk belajar online karena membuat dirinya tidak memahami mata pelajaran disekolah.
"Belajar online membuat saya tidak memahami pembelajaran, serta tidak bisa bertanya langsung” ungkap Glenn siswa yang duduk kelas 11 itu.
Senada dengan Glenn, Wawang Azraqi menyampaikan pengalamannya sebelum dan sesudah corona. Menurutnya corona membuat dirinya sangat bersedih.
“Kehidupanku sebelum coroa sangat menyenangkan, bermain bersama teman-temanku, belajar bersama bahkan menjalankan event dengan teman OSIS ku. Tetapi semenjak corona datang semuannya berubah dratis, dari kehidupan sekolah, rumah, dan dimasyarkat," ungkapnya.
Seperti saat di rumah aku harus diam dirumah dan tidak boleh keluar. Di sekolah aku harus belajar dari rumah dengan cara online, membuatku tidak bisa bermain dengan teman-teman sekolah dan itu membuatku sangat sedih.
Wawang menambahkan, dimasyarakat sudah tidak ada kegiatan gontong royong, padahal itu bisa memperkuat tali silaturrahmi antara tetangga. Yang paling aku sayangkan adalah tidak adanya solat jumat berjama’ah, itu membuatku benar-benar sedih. Demikian juga dengan keadaan di organisasi OSIS ku sendiri menjadi kurang asik, tidak seperti biasanya.
"Kami menjalankan event-event besar dan program kerja lainnya harus ditiadakan, padahal itu sangat berarti bagi kami”, keluh pengurus OSIS SMA 5 Mataram ini.
Lain lagi dengan anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan Dharma Laksana Yayasan Dwijendra Mataram, diantara mereka ada yang terpaksa tidak pulang liburan sekolah gara-gara corona.
“Karena corona libur sekolah tahun ini saya tidak bisa pulang, saya rindu bertemu keluarga, bayar tes kesehatan juga mahal, akhirnya saya memutuskan tidak pulang kampung, sedih rasanya”, ungkap Ni Luh Putri Winarti siswa kelas 2 SMA yang tinggal di Panti.
Muhammad Tahirudin santri Pondok Pesantren Al Islamiyah berharap supaya pemerintah segera mengaktifkan kembali kegiatan belajar mengajar.
“saya berharap pemerintah segera mengaktifkan kembali kegiatan belajar mengajar seperti biasa, dan membantu pesantren kami tempat cuci tangan, masker dan lain-lain, supaya kami terlindungi dari virus corona dan bisa belajar dengan tenang” harapnya.
Harapan lainnya juga disampaikan oleh Khalifa, dia berharap pemerintah dapat membangunkan tempat tinggal karena sudah 15 tahun tinggal di asrama transito. Hal yang sama juga disampaikan oleh Barahin.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Barat, melalui kepala bidang pemenuhan hak anak Dede Suhartini menyampaikan dukungannya atas kegiatan penggalian suara anak yang dilaksanakan Lakpesdam NU, menurutnya ini langkah positif untuk memastikan kondisi, permasalahan serta hak-hak anak dapat terjamin selama musim pandemi.
"Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai awal untuk mendorong pembetukan sekolah ramah anak di provinsi NTB jelasnya, saat memberikan sambutan pada kegiatan penggalian suara anak di Ponpes Al Islamiyah Bebidas Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur," kata Dede.
Kegiatan penggalian suara anak terkait dampak pandemi Covid-19 terhadap kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di lima lokasi berbeda di pulau Lombok yaitu ; di Pondok Pesantren Al Islamiyah Bebidas, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Islam Al Lathifiyah Sikur Kabupaten Lombok Timur, Panti Asuhan Darma Lakshana Dwijendra, Sekolah Menengan Atas (SMA) 5 dan di Asrama Transito Kota Mataram. Kegiatan ini terlaksana atas dukungan the australian Departement of Foreign Affairs and Trade (DFAT) melalui program peduli.
Post a Comment